Komisi D Rekomendasi MTA Prei Dhisik
GRESIK- Komisi D DPRD Gresik minta agar aktifitas Majelis Tafsir Alqur'an (MTA) dihentikan terlebih dulu. Sebab, ada beberapa pertimbangan yang dianggap melanggar aturan perundangan.
"Saya rekomendasikan (MTA) untuk prei dhisik (berhenti dulu). Ini kesimpulan yang akan kita kirim ke Pimpinan DPRD Gresik untuk diteruskan ke Bupati,"ujar Ketua Komisi D, Drs. Chumaidi Ma'un dalam rapat dengar pendapat dengan pengurus MTA Cabang Gresik, Kamis (12/12).
Ada beberapa alasan sehingga Komisi D mengeluarkan rekomendasi tersebut. Pertama, karena MTA termasuk pendidikan non formal yang harusnya mendapat izin sesuai dengan Perda No. 26 Tahun 2011 tentang sistim penyelenggaran pendidikan di Kabupaten Gresik.
Selain itu, kegiatan MTA dianggap melanggar Perda No. 25 Tahun 2004 tentang penyelenggaran ketentraman dan ketertiban di Kabupaten Gresik.
"MTA belum kulo nuwon pada warga sekitar,"paparnya.
Yang tak kalah penting, sambung politisi dari PKB tersebut, kurikulum dalam menafsirkan Alqur'an tidak sesuai dengan penafsiran secara umum. Sebab, penafsiran secara umum menggunakan kitab-kitab yang ada sebagai pendamping.
"Karena, MTA tidak umum,"tandasnya.
Dalam hearing, anggota Komisi D Hj. Aliyatul Halimah mempertanyakan terkait kitab pendanping yang dijadikan acuan dalam menafsirkan Alqur'an.
"Apa kitab pendampingnya,"papar istrik H. Maslukh Al Fanani tersebut.
Ternyata, Ketua MTA Cabang Gresik, Sugiyanto yang hadir dalam hearing mengaku tidak ada kitab pembandingnya.
"Yang menyusun tim dari MTA pusat di Surakarta. Lalu kita baca bersama-sama serta kita pahami. Setelah itu, kita amalkan,"tandasnya.
Namun, Sugiyanto menolak rekomendasi dari Komisi D untuk menghentikan aktifitas pengajian yang rutin digelar setiap ahad tersebut.
"Silakan ditempuh langkah hukum Kita tidak pendidikan tetapi pengajian. Kalau soal turunan (menafsirkan Alqur'an), kita seperti itu (dari kantor pusat di Surakarta),"tegasnya.
Sebab, Sugiyanto merasa aktifitas yang dilakukan MTA tidak meresahkan masyarakat. Termasuk, Alqur'an yang dibaca dan dipelajari sama dengan umat Islam lainnya di Indonesia. Alqur'an tersebut yang diterbitkan Kementerian Agama (Kemenag).
Selain itu, MTA secara hukum juga legal karena diakui oleh Kemenkum HAM sehingga merasa taat pada hukum.
"Kalau kami salah sesuai undang-undang, kita minta diluruskan. Kalau dipandang sesat, ada MUI yang lebih berwenang. Mari kita selesaikan melalui MUI. Kita memang kecil, tapi jangan dibunuh,"tandasnya.
Sugiyanto juga menegaskan kalau MTA tidak pernah mengharamkan ataupun melarang tahlilan.
Sebelumnya, GP Ansor Gresik mendesak agar MTA dibubarkan karena dianggap melenceng dan menyesatkan. Selain itu, ada pengaduan dari masyarakat yang resah dengan keberadaan MTA. Akhirnya, Komisi D merespon dengan memanggil pengurus MTA Cabang Gresik untuk rapat dengar pendapat.(sho)