Ketimpangan Ekonomi Ancaman Disintegrasi NKRI
GRESIK-Perdebataan panjang
Pancasila sebagai dasar negara tak akan pernah selesai. Tetapi bagi Nahlatul Ulama
(NU), konsepsi tentang Pancasila, UUD 1945 dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai sesuatu yang final bagi
bangsa Indonesia. Bahkan secara historis, NU memiliki kontribusi yang sangat besar
dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia dalam meletakkan dasar negara. Sebab, pada awal terbentuknya NKRI masih eksis
keraton ataupun kerjaaan. Sebaliknya, ada kekuatan untuk membentuk negara dengan
mendasarkan teologis. Demikian disampaikan oleh Ketua Pengurus Pusat (PP) Ikatan
Sarjana Nahdaltul Ulama (ISNU) Ali Masykur Musa dalam Simposium Nahdliyin
Benteng NKRI, Implementasi Aswaja dalam Bingkai Pancasila pada pembukaan
Konfercab XII PC PMII Gresik dan Harlah NU ke-90 di gedung NU Gresik, Minggu
(23/06).
“Akhir-akhir
ini, karena ketidaktahuan sejarah, ada yang mau menjadikan negara kilafah.
Ini topik yang tidak pernah berhenti. (Pancasila dan NKRI sebagai sesuatu yang final) ini menjadi tugas PMII untuk menjaga dan melestarikan,”tandasnya.
Ini topik yang tidak pernah berhenti. (Pancasila dan NKRI sebagai sesuatu yang final) ini menjadi tugas PMII untuk menjaga dan melestarikan,”tandasnya.
Ditambahkan
mantan Ketua Umum PMII era 1990-an tersebut, NU sebagai organisasi massa
(ormas) keagamaan dalam sejarah Indonesia telah membuktikan yang paling berani
mengakui Pancasila sebagai dasar negara. Secara konkrit keputusan tersebut
dituangkan ketika Muktamar NU di Situbondo.
“Karena NU
lebih nasionalistik dibanding ormas lain.
Dalam Muktamar NU di Situbondo telah dibahas
dengan mendalam. Ternyata, pancasila tidak ada yang bertentangan dengan Islam.
Justru Pancasila menggabungkan antara konsep negara yang samawi Ketuhanaan dan dasar
negara yang ciptaan manusia. Kita tidak
memilih negara sekuliristik atau monarchy. Tetapi
negara yang simbiosis mutualistik,”urainya.
Hanya saja, Ali Masykur
Musa membeberkan ancaman disintegrasi NKRI ke depan sebagai dampak penerapan pemberlakaukan otonomi daerah (otoda) maupun otonomi khusus
(otsus).
“Ke depan,
ada pergeseran safety NKRI. Ancaman disintegrasi, tidak dipicu faktor ideologi
seperti era Kartosuwiryo dengan mendirikan DI/TII. Tetapi disintegrasi dipicu
ketimpangan ekonomi,”paparnya.
Anggota
Badan Pemeriksa Keuangn (BPK) tersebut menjelaskan, bahwa, Islam dengan paham Ahlusunnah
Wal Jamaah An Nahdliyah merupakan yang khas sesuai dengan Indonesia.
Sebab, ada faham Ahlusunnah Wal Jamaah di negara lain. Tetapi, berbeda
dengan faham Ahlusunnah Wal Jamaah An Nahdliyah.
“Kalau
Pancasila, NKRI dan Alusunnah Wal Jamaah An Nahdliyah maka harus ada
metamorfosa serta haraus diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Karena itu, Aswaja harus senyawa dengan ketuhanan,
Pancasila harus senyawa dengan kehidupan,”urainya.
Namun, otokritik juga diberikan
Ali Masykur Musa yang menggugah NU sudah mindset
dalam kehidupan bernegara. Apalagi, fenomena sosial yang terjadi di
masyarakat, bahwa, mereka yang memiliki modal akan menjadi pemimpin.
"Saya
yakin bukan orang NU. Karena tidak punya partai dan tidak punya modal. Untuk itu, NU harus masuk
dalam sistem. Ini mengkhawatirkan kalau parlemen tidak dikuasai oleh
NU. Maka haluan negara bisa berubah,”tandasnya.
Hal
lainnya terkait dengan leadership
dimana orang NU harus memiliki leadership
yang kuat dan mumpuni dalam kepemimpinan agar menjaga utuhnya NKRI dan
mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara.
“NU harus
tetap kultur dan ritual. Tetapi, muamalah harus banyak leadership. Kemudian
dijadikan sistem gerakan yang sistematis untuk mempertahankan NKRI dan ideologi Pancasila. Kalau sudah dimiliki, NU bisa sublimasi insert dalam sistem sehingga NKRI dan Pancasila akan tetap terjaga,”puangkasnya.(sho)
dijadikan sistem gerakan yang sistematis untuk mempertahankan NKRI dan ideologi Pancasila. Kalau sudah dimiliki, NU bisa sublimasi insert dalam sistem sehingga NKRI dan Pancasila akan tetap terjaga,”puangkasnya.(sho)